Senin, 13 Oktober 2014

AL GHADIR



18 Dzulhijjah 10 H beberapa bulan menjelang wafatnya Nabi saw , seratusan ribu umat Islam yang baru selesai menunaikan ibadah haji bergerak pulang ke daerahnya masing masing. Mereka tiba di suatu tempat yang bernama Ghadir Khum ( Telaga Khum ). Di tengah tengah hamparan padang pasir dengan terik matahari yang amat menyengat , Nabi meminta seluruh jama'ah untuk berkumpul mendengarkan pidato beliau yang terakhir.


Di ujung pidatonya itu, Nabi saw menetapkan dan melantik Ali bin Abi Thalib ra sebagai pemimpin ( maula,wali ) sepeninggal beliau. Sambil mengangkat tangan Ali, Nabi saw berkata : 'Man kuntu maulahu, fa ( hadza ) 'Aliyyun maulahu' - 'Siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka inilah Ali yang akan menjadi pemimpinnya'.
Usai pelantikan itu, seluruh Sahabat Nabi- seorang demi seorang- menyampaikan ucapan selamat kepada Ali. Umar bin Khattab ra berkata,'Berbahagialah anda wahai Ali, karena pada hari ini anda telah dilantik menjadi pemimpin kami'.

Dalam peristiwa Al Ghadir ini kita bisa melihat akhlak ke-negarawan-an yang amat luar biasa dari para tokoh Sahabat Nabi saw.
Mereka sama sekali tidak punya niat sedikitpun atau 'kasak kusuk' untuk menggagalkan prosesi pelantikan atas pemimpin mereka yang baru.

Mereka lebih memilih bersikap 'legowo' dan lebih mengutamakan kedamaian, kegembiraan dan persatuan diantara umat ketimbang mengobar ngobarkan ketidaksenangan, kebencian, konflik, permusuhan dan tuduhan tuduhan.

Sayang sekali, moralitas politik semacam ini tampaknya sudah tercerabut dari para politisi dan pemimpin kita sekarang ini. Mungkin ingatan mereka perlu disegarkan kembali dengan peristiwa Al Ghadir yang terjadi lebih dari 1400 tahun yang silam itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar