Beberapa
tahun yang silam, di dalam sebuah acara temu ilmiah , saya bertemu
dengan seorang teman sejawat yang bertugas di di daerah Indonesia bagian
Timur.
Di akhir perbincangan kami, dia berkata, 'Beberapa tahun terakhir ini saya sudah tidak lagi melakukan operasi katarak'.
'Looh...., kenapa ?', tanya saya.
'Saya tidak mau lagi membuat para pasien saya menderita akibat komplikasi operasi dan kemudian harus menghadapi tuntutan mereka ', jawabnya.
Sebagai sesama teman sejawat, tentu saja saya harus menghormati pilihannya itu. Namun, saya bisa 'mencium' ada aroma ketidakberdayaan, keputusasaan, apatisme dan pesimisme di dalam ucapannya itu.
Di akhir perbincangan kami, dia berkata, 'Beberapa tahun terakhir ini saya sudah tidak lagi melakukan operasi katarak'.
'Looh...., kenapa ?', tanya saya.
'Saya tidak mau lagi membuat para pasien saya menderita akibat komplikasi operasi dan kemudian harus menghadapi tuntutan mereka ', jawabnya.
Sebagai sesama teman sejawat, tentu saja saya harus menghormati pilihannya itu. Namun, saya bisa 'mencium' ada aroma ketidakberdayaan, keputusasaan, apatisme dan pesimisme di dalam ucapannya itu.