AAG di dalam ILC TV One menyatakan :
- Ulama mengatakan : 'Babi haram berdasarkan Al Maidah 3'
- Penjual babi mengatakan : 'Jangan mau dibohongi (oleh ulama) pakai Al Maidah 3'
- Ulama mengatakan : 'Babi haram berdasarkan Al Maidah 3'
- Penjual babi mengatakan : 'Jangan mau dibohongi (oleh ulama) pakai Al Maidah 3'
AAG menganalogikannya dengan pernyataan Ahok di pulau Seribu yang mengatakan : 'dibohongi pakai Al Maidah 51'
--
Dengan logika 'babi' ini, AAG telah jatuh ke dalam perangkap kekeliruan berfikir (fallacy).
Pertama.Fallacy of Argumentative Leap and Forced Hypothesis.
Mengambil kesimpulan yang meloncat dan menduga kebenarannya sesuai dengan apa yang difikirkannya.
Dia 'menyebut' Ahok telah menghina ulama yang membohongi pake Al Maidah 51. Padahal dalam ucapannya itu, Ahok sama sekali tidak menyebut ulama. Dalam kesempatan lain, Ahok menyebutkan bahwa yang membohongi itu ialah para politikus rasis,
---
Pertama. Fallacy of Argumentative Leap and Forced Hypothesis.
Mengambil kesimpulan yang meloncat dan menduga kebenarannya sesuai dengan apa yang difikirkannya.
Dia 'menyebut' Ahok telah menghina ulama yang membohongi pake Al Maidah 51. Padahal dalam ucapannya itu, Ahok sama sekali tidak menyebut ulama. Dalam kesempatan lain, Ahok menyebutkan bahwa yang membohongi itu ialah para politikus rasis,
Kedua. Fallacy of False Analogy.
Kekeliruan karena salah mengambil analogi.
AAG amat keliru tatkala menganalogikan 'haramnya babi' (Al Maidah 3) dengan 'haramnya memilih pemimpin non muslim' (Al Maidah 51).
Di dalam Al Qur'an, keharaman babi sudah amat jelas, tegas dan tidak ada perbedaan pandangan di kalangan ulama Islam.
Sementara, hampir tidak ada terjemahan Al Maidah 51 yang menyebutkan melarang memilih pemimpin (auliya) dari kalangan non muslim
Para ulama klasik bahkan mengartikan kata 'auliya' itu dengan 'teman akrab' atau 'sekutu', dan tidak ada yang menerjemahkannya dengan 'pemimpin', apalagi Gubernur.
AAG tidak menyadari telah menggunakan analogi pincang.
Dia memaksakan orang agar mengharamkan sesuatu yang masih samar dan belum jelas.
----
Ayat inilah yang sering dipakai oleh sebagian potikus muslim di dalam Pemilihan Kepala Daerah untuk membungkam lawan lawan politiknya yang bukan muslim.
--
Dengan logika 'babi' ini, AAG telah jatuh ke dalam perangkap kekeliruan berfikir (fallacy).
Pertama.Fallacy of Argumentative Leap and Forced Hypothesis.
Mengambil kesimpulan yang meloncat dan menduga kebenarannya sesuai dengan apa yang difikirkannya.
Dia 'menyebut' Ahok telah menghina ulama yang membohongi pake Al Maidah 51. Padahal dalam ucapannya itu, Ahok sama sekali tidak menyebut ulama. Dalam kesempatan lain, Ahok menyebutkan bahwa yang membohongi itu ialah para politikus rasis,
---
Pertama. Fallacy of Argumentative Leap and Forced Hypothesis.
Mengambil kesimpulan yang meloncat dan menduga kebenarannya sesuai dengan apa yang difikirkannya.
Dia 'menyebut' Ahok telah menghina ulama yang membohongi pake Al Maidah 51. Padahal dalam ucapannya itu, Ahok sama sekali tidak menyebut ulama. Dalam kesempatan lain, Ahok menyebutkan bahwa yang membohongi itu ialah para politikus rasis,
Kedua. Fallacy of False Analogy.
Kekeliruan karena salah mengambil analogi.
AAG amat keliru tatkala menganalogikan 'haramnya babi' (Al Maidah 3) dengan 'haramnya memilih pemimpin non muslim' (Al Maidah 51).
Di dalam Al Qur'an, keharaman babi sudah amat jelas, tegas dan tidak ada perbedaan pandangan di kalangan ulama Islam.
Sementara, hampir tidak ada terjemahan Al Maidah 51 yang menyebutkan melarang memilih pemimpin (auliya) dari kalangan non muslim
Para ulama klasik bahkan mengartikan kata 'auliya' itu dengan 'teman akrab' atau 'sekutu', dan tidak ada yang menerjemahkannya dengan 'pemimpin', apalagi Gubernur.
AAG tidak menyadari telah menggunakan analogi pincang.
Dia memaksakan orang agar mengharamkan sesuatu yang masih samar dan belum jelas.
----
Ayat inilah yang sering dipakai oleh sebagian potikus muslim di dalam Pemilihan Kepala Daerah untuk membungkam lawan lawan politiknya yang bukan muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar