Suatu hari, saya melakukan operasi katarak terhadap seorang bapak yang
berusia 60 an tahun. Hari pertama setelah operasi,perban mata dibuka,
tajam penglihatan mata si pasien ( yang biasa disebut dengan 'visus' )
segera diukur. Walaupun hasilnya tidak begitu jelek, namun....,sungguh
sangat mengecewakanku dan , pastilah juga, mengecewakan pasien dan
keluarganya.
Seketika, perasaan cemas berkecamuk di dalam diriku. Bayangan 'menakutkan' menghantuiku hari demi hari.' 'Sudah ratusan pasien yang berhasil aku operasi, koq pasien yang ini tidak berhasil ?', kata hatiku seolah olah tidak menerima kenyataan itu.
Saat kontrol kembali pada hari ke-7, usai melakukan pemeriksaan,
ternyata penglihatan mata si pasien tak juga kunjung membaik. Dunia
terasa akan runtuh . Tubuhku lemah lunglai. Lalu, aku berkata kepadanya
dengan suara datar dan terbata bata ; 'Pak, saya mohon ma'af, Pak,
hasil operasi saya tidak sesuai dengan harapan Bapak '. Saya sudah....
Tiba tiba, dia menyela.
' Tidak ada yang perlu dima'afkan, dok', katanya. 'Malah, sayalah yang harus berterima kasih kepada dokter. Keadaan mata saya sekarang sudah lebih baik dari sebelumnya. Dokter sudah berusaha bersungguh sungguh mengoperasi mata saya dan merawatnya dengan baik. Apalagi hubungan kita sudah seperti keluarga saja ,dok '. Buat saya , ini saja sudah merupakan karunia yang amat berharga', 'Biarkanlah Allah yang mengatur hasilnya, dok'. 'Tugas kita hanyalah berikhtiar saja !'.
' Tidak ada yang perlu dima'afkan, dok', katanya. 'Malah, sayalah yang harus berterima kasih kepada dokter. Keadaan mata saya sekarang sudah lebih baik dari sebelumnya. Dokter sudah berusaha bersungguh sungguh mengoperasi mata saya dan merawatnya dengan baik. Apalagi hubungan kita sudah seperti keluarga saja ,dok '. Buat saya , ini saja sudah merupakan karunia yang amat berharga', 'Biarkanlah Allah yang mengatur hasilnya, dok'. 'Tugas kita hanyalah berikhtiar saja !'.
Saya betul betul terharu dan takjub mendengar kata katanya yang amat melegakan dan menyejukkan jiwaku.
Dengan ucapannya itu, sebetulnya si Bapak ingin mengajarkan 'pesan
moral' kepada kita kita ; para dokter dan para pasien . Bahwa, tidak
semestinya para dokter itu merasa jumawa , seakan akan mampu menjamin
kesembuhan atau keberhasilan suatu tindakan medis terhadap pasien
pasien yang dirawatnya. Dokter seyogyanya rendah hati dan tidak boleh
bersikap 'Playing God' atau mengambil peran Tuhan dalam menyembuhkan
penyakit pasiennya.
Sebaliknya, pasien atau keluarga pasienpun juga tidak boleh menganggap
para dokter 'segala galanya' sehingga menuntut kesembuhkan semua
penyakit yang ditanganinya. Pasien dan keluarga pasien harus menyadari
bahwa dokter adalah makhluk manusia juga seperti mereka ; yang punya
keterbatasan, kekurangan kelemahan serta memiliki sifat khilaf dan
lupa.
Untuk menumbuhkan kesadaran akan hal ini , mungkin diantara cara yang
paling sederhana yang dapat dilakukan ialah dokter mengajak pasien dan
keluarganya bersama sama berdo'a , baik sebelum maupun sesudah operasi
dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar