Saqifah Bani Sa'idah ( SBS ) mulanya adalah
sebuah balairung atau semacam aula pertemuan kaum Anshar ,penduduk asli
kota Madinah, yang terletak beberapa ratus meter di sebelah Barat Laut
Masjid Nabawi. Oleh pemerintah Arab Saudi, kini tempat itu dijadikan
sebagai taman kota yang bisa dinikmati oleh para peziarah yang
berkunjung ke kota suci Madinah.
Sedikit sekali orang yang mengetahui bahwa pada Senin, 8 Juni, 632 M, SBS menjadi saksi sejarah terpilihnya
Abu Bakar ra, dari kaum Muhajirin ( pendatang ), sebagai Khalifah (
Pemimpin ) umat Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW. Pemilihan
Khalifah itu diawali dengan 'perseteruan' diantara para elit dari kedua
kelompok tersebut untuk memenangkan calon pemimpinnya masing masing.
Usai pemilihan, Sa'ad bin Ubadah, calon pemimpin dari pihak Anshar dan
sebagian dari kaumnya, menolak berbai'at (mengakui) Abu Bakar sebagai
Khalifah. Demikian juga, Ali bin Abi Thalib ra, tokoh Muhajirin, sepupu
dan menantu Nabi SAW serta para 'pengikut'nya yang meyakini hak hak
beliau sebagai Khalifah. Ali sendiri tidak diikutsertakan di dalam
musyawarah di SBS
Terkait dengan peristiwa ini, Imam Ali bin Abi Thalib berkata : 'Aku hanya meminta hakku, sedangkan kalian menghalang - halangiku darinya, dan menutup wajahku darinya......Maka aku dapati bahwa bersabar atasnya lebih bijaksana. Akupun bersabar, walaupun ia menusuk mata dan mencekik kerongkongan .....'.
Sejarah mencatat, Imam Ali akhirnya membai'at Abu Bakar ra sebagai Khalifah 'terpilih'.
Walaupun beliau meyakini hak haknya untuk memegang tampuk kepemimpinan, tapi demi menjaga keutuhan masyarakat dan memikirkan kemashlahatan bangsa dan negara, beliau 'legowo' untuk mengakui pemimpin 'terpilih'. Karena, - dalam pandangan Imam Ali - jika terus menerus 'ngotot' menuntut haknya itu '......bencananya lebih besar dari sekedar hilangnya kekuasaan atas kalian'.
Dan, beliau bukanlah orang yang rakus dengan jabatan dan kekuasaan sehingga berusaha mengejar ngejarnya mati matian.
Hendaknyalah, para pemimpin kita belajar kepada Imam Ali bagaimana sesungguhnya menjadi negarawan yang sejati.
Terkait dengan peristiwa ini, Imam Ali bin Abi Thalib berkata : 'Aku hanya meminta hakku, sedangkan kalian menghalang - halangiku darinya, dan menutup wajahku darinya......Maka aku dapati bahwa bersabar atasnya lebih bijaksana. Akupun bersabar, walaupun ia menusuk mata dan mencekik kerongkongan .....'.
Sejarah mencatat, Imam Ali akhirnya membai'at Abu Bakar ra sebagai Khalifah 'terpilih'.
Walaupun beliau meyakini hak haknya untuk memegang tampuk kepemimpinan, tapi demi menjaga keutuhan masyarakat dan memikirkan kemashlahatan bangsa dan negara, beliau 'legowo' untuk mengakui pemimpin 'terpilih'. Karena, - dalam pandangan Imam Ali - jika terus menerus 'ngotot' menuntut haknya itu '......bencananya lebih besar dari sekedar hilangnya kekuasaan atas kalian'.
Dan, beliau bukanlah orang yang rakus dengan jabatan dan kekuasaan sehingga berusaha mengejar ngejarnya mati matian.
Hendaknyalah, para pemimpin kita belajar kepada Imam Ali bagaimana sesungguhnya menjadi negarawan yang sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar