Rabu, 05 November 2014

BAJINGAN

Sebagian kata kata umpatan yang kita kenal sekarang ini ternyata asal muasalnya tidak selalu bermakna jelek. Contohnya, kata 'bajingan'.

Kata 'bajingan' mulanya ditujukan kepada seorang pengendara gerobak sapi. Konon, pada tahun 1940 an, istilah bajingan ini pertama kali muncul di daerah Banyumas. Di sana, pada kurun waktu itu sarana transportasi amat sulit ditemui. Paling banyak justru gerobak sapi, yang kerap dijadikan sebagai alat transportasi untuk berdagang atau sekadar jalan jalan.

Gerobak sapi dengan seorang bajingan sebagai pengendaranya, sangat diandalkan warga untuk bepergian ke kota. Masalahnya, kedatangan si bajingan ini tidak bisa dipastikan, terkadang pagi, terkadang siang, terkadang sore, bahkan terkadang malam hari. Karena kedatangan bajingan bajingan ini tidak bisa dipastikan, masyarakat yang tidak bertemu dengan para bajingan akhirnya berjalan kaki.

Seiring dengan perjalanan waktu, banyak warga yang tanpa sengaja melontarkan ungkapan ungkapan yang berisi ketidakpuasan mereka terhadap bajingan itu.
Misalnya begini, 'Bajingan suwe temen tekane, nandi wae' ( Bajingan lama sekali datangnya, kemana saja..! ).
Sejak itulah, istilah bajingan ini mengalami pergeseran makna sebagai umpatan.

Awalnya, bajingan itu sebagai bentuk umpatan terhadap keterlambatan seseorang. Misalnya, 'Bajingan, dari mana saja kamu ?'.
Tapi sekarang umpatan itu berkembang menjadi luas dan umum.

Bahkan, para koruptor yang merampok uang negara dan uang rakyat, kini disebut sebagai bajingan. Demikian juga para wakil rakyat yang merasa mewakili rakyat namun merampas hak hak rakyat atau para 'preman berjubah' yang melakukan perbuatan anarkis dengan membawa bawa simbol simbol agama, juga diumpat sebagai.... bajingan!. Mereka mereka inilah sesungguhnya pengendara 'gerobak gerobak sapi' itu....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar