Beberapa
tahun yang silam, ada seorang ibu tua , mantan aktivis organisasi dan ibu dari seorang tokoh parpol terkenal,
yang sering berkunjung ke tempat praktekku. Si ibu tua ini menderita
penyakit glaukoma kronis. Dia hampir kehilangan seluruh penglihatannya
karena seluruh syaraf matanya rusak sehingga tentu saja mustahil untuk dapat
disembuhkan. Seperti biasa, usai melakukan pemeriksaan, aku selalu mengajaknya
berbincang bincang.
Suatu hari, dia berkata, 'Apa penglihatan
saya masih bisa kembali normal lagi, dok ?, tanyanya dengan wajah terlihat pedih, gusar
dan kecewa , seakan akan tak rela menerima keadaannya seperti itu. 'Dok,
saya masih ingin sekali membaca kitab suci dengan kedua mataku ini
sebelum meninggal dunia', katanya. Aku terdiam membisu. Dia pulang
dengan wajah sedih. Rupanya, itulah kunjungannya yang terakhir karena
setelah itu dia tak pernah datang lagi ke tempat praktekku.
Peristiwa itu segera kulupakan sampai aku membaca sebuah kisah di dalam sebuah buku yang berjudul 'The Spirituality of Imperfection', tiba tiba aku diingatkan kembali oleh ucapan si ibu tua itu.
Pada halaman 221-222, kedua penulis buku ini, Ernest Kurtz dan Katherine Ketcham, mengutip sebuah kisah Sahabat Nabi Muhammad saw bernama Sa'ad bin Abi Waqqash yang bertahun-tahun tinggal di kota Mekkah dalam keadaan buta. Di sekelilingnya, banyak orang yang ingin dido'akannya. Setiap orang yang ia berkati dengan do'anya merasa hidupnya lebih baik dan urusannya lebih lancar.
Suatu hari, anaknya Abdullah bin Sa’ad, bertanya, ' Ayah, do'a ayah untuk orang lain selalu dikabulkan oleh Allah . Mengapa ayah tidak berdo'a buat diri ayah sendiri supaya disembuhkan dari kebutaan ? '. Sa'ad menjawab, ' Anakku, kepasrahan kepada kehendak Allah lebih baik dari kesenangan diri karena bisa melihat lagi - Submission to the will of God is far better than the personal pleasure of being able to see '.
Di dalam buku yang ditulisnya ( Jalan Rahmat,hal.132 ) ,Jalaluddin Rakhmat, menuturkan :
'Sa'ad menemukan kenikmatan dalam kepasrahan total kepada Allah. Ia tahu bahwa di balik semua peristiwa ada rencana Ilahi yang tidak diketahuinya. Ia yakin bahwa kehendak Ilahi pasti lebih baik dari kehendaknya'.
'Boleh jadi ia juga sudah mencoba berdoa agar matanya sembuh kembali. Namun, Tuhan tidak mengabulkan doanya. Mungkin mula-mula ia meradang, ingin memaksakan kehendaknya. Tetapi dalam kesunyian dan perenungannya, ia menemukan keindahan dalam kepasrahan kepada Tuhan.'Sesungguhnya kepatuhan sejati di sisi Allah adalah kepasrahan' (Ali Imran 19)'.
Kisah di atas segera menyadarkan diriku bahwa di balik penyakit ataupun cacat yang diderita oleh para pasienku yang sebagiannya tidak bisa lagi kusembuhkan dan di dalam kekecewaan ataupun kepedihan para pasienku itu karena penyakit yang tak juga kunjung sembuh, sesungguhnya selalu ada makna, pelajaran dan pesan spiritual yang dapat kita reguk.
Ustadz melanjutkan , 'Every
Cloud Has A Silver Lining', kata peribahasa Inggeris. Bahwa di setiap
awan yang berwarna kelabu selalu ada garis-garis perak di atasnya. Di
balik kegelapan selalu ada setitik cahaya yang bersinar terang dan di
belakang semua kekurangan pasti ada dimensi ruhaniahnya. Dan hanya orang
- orang yang memasrahkan dirinya kepada Tuhan yang dapat 'melihat'
terangnya cahaya itu.
'Memang,
betapa seringnya kita berdoa untuk memaksakan kehendak kita kepada
Tuhan. Kita memperlakukan Tuhan sebagai pembantu kita. Kita ingin Allah
segera menyembuhkan penyakit kita, menyelamatkan anak kita, membalaskan
dendam kita, menaikkan penghasilan kita atau membayarkan utang-utang
kita. Bila Tuhan tidak mengabulkan do'a kita, kita marah, kecewa dan
gusar ' ( Jalan Rahmat, 132 ) . Persis seperti yang dirasakan pasienku
itu.
Sekiranya
suatu saat, aku kembali bertemu dengan si ibu, aku ingin sekali dia
mendengarkan kata kata berikut ini yang disampaikan oleh ustadz Jalal
kepada seorang ibu yang terus menerus mengeluh karena anaknya tak juga
kunjung sembuh dari penyakit autis walaupun semua upaya sudah dia
lakukan.
'Ibu,
apa yang tidak bisa kita ubah harus kita terima. Ada makna ruhaniah di
balik dunia yang tampak tidak sempurna dan yang tidak kita inginkan ini .
Ada kehendak Tuhan yang lebih indah di atas kehendak kita. Pasrahkanlah
diri ibu kepada keluasan kasih sayangNya'.
Dengarkan
firman Tuhan ini. 'Tidak ada musibah apapun yang akan menimpa diri
kita kecuali yang telah ditentukan oleh Allah buat kita. Dialah
Pelindung kita dan hanya kepada Allah jualah orang orang yang memiliki
iman di dalam hatinya senantiasa memasrahkan diri mereka dengan sepenuh
hati' ( At Taubah 51).
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar