Sabtu, 28 Juni 2014

PINDAH JABATAN : TIDAK AMANAH ?.

Kamis pagi, 1 Oktober 2009, Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa memimpin pengucapan sumpah/janji 560 orang anggota DPR periode 2009-2014.

Inilah sebagian dari isi sumpah/janji itu.

"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.....bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh.....mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili......."

Salah seorang diantara anggota DPR yang bersumpah dan berjanji pada waktu itu adalah bapak Iwan Prayitno, dari fraksi PKS. Namun, baru beberapa bulan 'menghuni' gedung DPR/MPR, bapak Iwan Prayitno mengundurkan diri karena terpilih sebagai Gubernur Sumatera Barat 2010-2015. Tahun 2005, beliau pernah mencoba mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Barat, namun tidak berhasil karena 'dikalahkan' oleh bapak Gamawan Fauzi, yang kemudian sekarang menjabat Menteri Dalam Negeri.

Rupanya tidak hanya bapak Iwan Prayitno saja yang tercatat pernah mengundurkan diri untuk menduduki jabatan yang baru sebelum  masa kerjanya berakhir.

Sebutlah, bapak Ahmad Heryawan yang mengundurkan diri dari DPRD DKI Jakarta karena terpilih sebagai Gubernur Jawa Barat, bapak Tifatul Sembiring yang harus meninggalkan gedung DPR, karena ditunjuk Presiden SBY sebagai Menko Info, bapak Hidayat Nurwahid yang 'terindikasi' akan meninggalkan kursi DPR untuk maju pada pemilukada DKI Jakarta, bapak Alex Nurdin yang juga 'berusaha' meninggalkan jabatannya sebagai Gubernur Sumsel untuk meraih jabatan Gubernur DKI Jakarta, bapak Hatta Radjasa yang mengundurkan diri sebagai Menko Bidang Perekonomian karena mencalonkan diri sebagai Wacapres serta bapak Joko Widodo yang mengundurkan diri sebagai Walikota Solo setelah memenangkan pertarungan di Pilkada DKI Jakarta dan kelak akan meninggalkan jabatan Gubernur DKI Jakarta jika beliau terpilih sebagai Presiden RI 2014-2019. Sebagian dari mereka kembali kepada jabatan mereka yang lama setelah tidak berhasil  meraih jabatan yang baru.

Ternyata, ada belasan -mungkin juga puluhan- politisi atau pejabat negara di Indonesia yang tidak menyelesaikan masa kerjanya di jabatan yang lama karena terpilih atau ditunjuk menduduki jabatan yang baru. Di dunia internasional, kita mengenal mantan Presiden Ahmadinejad misalnya, yang tidak sempat menyelesaikan jabatannya sebagai walikota Teheran karena terpilih sebagai presiden Republik Islam Iran ( RII ) . Beliau menjabat Presiden RII selama 2 priode berturut turut.

Pertanyaannya ialah apakah para politisi atau pejabat negara yang tidak menyelesaikan masa kerjanya karena menduduki jabatan yang baru itu bisa kita tuduh sebagai orang orang yang tidak amanah, ingkar janji, pembohong, penipu atau pengkhianat hanya karena kita menilai mereka sudah mengingkari sumpah dan janji yang telah mereka ucapkan sendiri ?.

Menurut saya, sama sekali tidak !. Saya amat yakin bahwa para politisi dan pejabat negara kita itu bukanlah orang - orang yang sangat berambisi untuk mengejar ngejar kedudukan dan jabatan. Mereka adalah putera putera terbaik negeri ini yang ingin bekerja secara ikhlas untuk mencurahkan tenaga dan fikirannya demi kemashlahatan bangsa dan negara kita.

Dalam 'kacamata' agama , jabatan kepemimpinan apapun yang kita sandang merupakan amanah yang ditujukan semata mata hanya untuk kebaikan rakyat banyak. Nabi SAW bersabda : '“Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat buat orang lain”.

Sedemikian beratnya amanah yang harus dipikul oleh seorang pemimpin, sehingga seorang Sahabat Nabi pernah menyebutkan kata 'innalillahi wa inna ilayhi roji'un' tatkala beliau ditunjuk sebagai Khalifah (pemimpin umat). Sang khalifah ini menganggap jabatan itu sebagai 'musibah' karena beratnya tugas untuk menyejahterakan rakyatnya yang kelak harus dipertanggungjawabkannya kepada Tuhan.

Menduduki jabatan yang baru menuntut seseorang untuk bekerja lebih keras dan lebih baik untuk mengabdi kepada masyarakatnya.
Buat saya pribadi, apa yang dilakukan oleh bapak Iwan Prayitno, bapak Ahmad Heryawan, bapak Alex Nurdin, bapak Tifatul Sembiring, bapak Hatta Radjasa ataupun bapak Joko Widodo- dalam terminologi agama - disebut dengan 'intiqal min hasan ila ahsan', yakni berpindah dari perbuatan baik menuju kepada perbuatan yang lebih baik. Tentu saja, dengan arena, cakupan dan konsekwensi tanggung jawab yang jauh lebih besar.

Maka, alangkah mulianya mereka yang siap menyambut tanggung jawab itu, yang berkeinginan untuk bekerja keras serta yang bersedia mengambil resiko dari tanggung jawab yang lebih besar itu untuk berkhidmat kepada rakyatnya dan memberikan manfaat yang sebesar besarnya untuk kemashlahatan ibu pertiwi ini. Karena tujuan mereka meraih jabatan yang baru itu hanya sebagai bagian dari upaya untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negara, maka tatkala jabatan yang baru tersebut tidak dapat diraih, tidak ada rasa malu di hati mereka untuk kembali kepada jabatan yang lama.

Jadi, alih alih berprasangka buruk kepada mereka dengan tuduhan tuduhan yang jelek dan hina, maka sebagai orang yang beragama sudah selayaknyalah kita menyampaikan penghormatan dan penghargaan yang sebesar besarnya kepada mereka.

Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar