Bukan teks agama di kolom KTP yang menentukan
kita masuk surga atau tidak. Juga bukan label label mazhab (aliran)
seperti Sunni, Syi’ah, ataupun Salafi Wahabi yang memastikan seseorang
selamat dari api neraka.
Namun celakanya, masih saja ada orang
yang senang sekali menilai orang lain dari jenis keyakinannya,
alirannya, mazhabnya atau pahamnya. Dalam ‘kacamata’ sektarian mereka,
dunia ini adalah dunia ‘kami dan kalian’ atau dunia ‘hitam dan putih’.
Karena itu, orang mutlak menegaskan
identitas primordialismenya (agama,mazhab, etnis, aliran) dan jangan
sekali kali menyembunyikannya ke publik walaupun itu urusan pribadi dari
orang yang bersangkutan.
Dalam pandangan mereka, identitas primordialisme jauh lebih penting
ketimbang pola fikir, akhlak dan perilaku seseorang. Padahal cara
pandang seperti ini sebenarnya sudah amat sangat ketinggalan zaman dan
orang orang yang menganut cara pandang ini – meminjam istilah
Prof.DR.Quraisy Shihab- sebetulnya adalah orang orang yang ‘terlambat
lahir’.
Anehnya, pandangan semacam ini masih dianut oleh orang – orang yang mengklaim dirinya sebagai kaum intelektual dan terpelajar bahkan menyandang gelar pendidikan tinggi.
Anehnya, pandangan semacam ini masih dianut oleh orang – orang yang mengklaim dirinya sebagai kaum intelektual dan terpelajar bahkan menyandang gelar pendidikan tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar